Pena dan Peradaban: Menerjemahkan Surat Al-Qalam dalam Gerakan Literasi Pelajar

 


Di tengah gemuruh dunia digital, ketika layar lebih akrab daripada lembar buku, berbicara soal literasi bisa terasa asing, bahkan membosankan. Namun ternyata, bagi sebagian pelajar, menulis bukan sekadar tugas sekolah atau kewajiban akademik. Menulis adalah jalan hidup, dan membaca bukan lagi rutinitas, tapi bentuk perlawanan terhadap kebodohan. Di sinilah Surat Al-Qalam ayat 1 menemukan relevansinya. Ayat yang secara sederhana berbunyi, "Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis," menjadi sumber semangat yang tak habis diurai. Bagi sebagian orang, ini hanya ayat pembuka sebuah surat. Namun bagi kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), ayat ini adalah panggilan gerakan.

Sebagai organisasi pelajar Islam, IPM menempatkan Al-Qalam ayat 1 bukan hanya sebagai teks sakral, tapi sebagai inspirasi nyata yang menghidupkan langkah mereka. Mereka memaknainya sebagai bentuk cinta terhadap ilmu dan bukti bahwa dalam Islam, menulis adalah ibadah, membaca adalah perlawanan, dan literasi adalah jihad intelektual. Maka, gerakan literasi mereka bukan gerakan elitis yang hanya hadir di ruang seminar atau forum ilmiah, tapi tumbuh di jalan-jalan, di lapak baca, di taman kota, bahkan di lingkaran diskusi kecil yang hangat dan bersahaja.

Melalui komunitas-komunitas yang dibentuk, IPM menyulap kegiatan menulis dan membaca menjadi aktivitas yang menyenangkan dan membumi. Ada Rumah Baca IPM yang hadir di berbagai pelosok, ada gerakan Pelajar Mengajar yang menguatkan semangat berbagi ilmu, dan ada ruang-ruang diskusi tematik seperti Al-‘Ashr School yang menjadikan pelajar bukan sekadar pendengar, tetapi pemikir. Bahkan, lewat kegiatan Lapak Baca atau yang mereka sebut Maos Corner, mereka menjadikan bacaan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Di tempat ramai seperti car free day atau pasar rakyat, mereka hadir bukan untuk menjual, melainkan menyuguhkan lembar demi lembar bacaan yang bisa diambil siapa saja, tanpa biaya, tanpa syarat.

Yang membuat gerakan ini unik adalah karena ia tidak hanya menghidupkan budaya baca, tetapi juga memadukannya dengan nilai-nilai keislaman. Dalam diskusi-diskusi mereka, pelajar diajak untuk tidak hanya memahami apa yang ditulis, tapi juga mengapa menulis itu penting. Tidak hanya memahami isi bacaan, tapi juga memaknainya sebagai bentuk ibadah intelektual. Bagi mereka, pena bukan alat mati. Pena adalah simbol transformasi. Apa yang ditulis hari ini bisa menjadi cahaya bagi yang membaca esok hari. Apa yang dipikirkan hari ini bisa menjadi warisan yang mengubah dunia di masa depan.

Melalui Literacy Camp dan pelatihan-pelatihan literasi, IPM tidak hanya mencetak penulis, tapi juga melahirkan pemikir. Mereka tidak memaksa semua orang menulis puisi atau artikel ilmiah. Mereka membuka jalan bagi setiap pelajar untuk menulis sesuai keunikannya masing-masing. Ada yang menulis cerpen, ada yang menulis opini, ada pula yang menuangkan keresahannya dalam bentuk refleksi spiritual. Semuanya dihargai, karena mereka percaya bahwa setiap tulisan adalah wujud keberanian untuk menyuarakan nurani.

Membaca Surat Al-Qalam ayat 1 bersama IPM, kita belajar bahwa wahyu bukan hanya untuk dikaji, tetapi juga untuk dihidupi. Bahwa pena bukan hanya alat tulis, tetapi simbol tanggung jawab. Bahwa gerakan literasi bukan hanya program organisasi, melainkan bentuk nyata dari pengabdian pada Allah lewat ilmu. IPM tidak hanya bergerak, mereka memberi contoh bagaimana wahyu bisa menjelma menjadi aksi. Bagaimana ayat bisa turun ke bumi dan menjadi buku, diskusi, bahkan inspirasi.

Bagi generasi muda hari ini, barangkali menulis terasa berat. Terlalu banyak gangguan, terlalu banyak distraksi. Tapi IPM mengingatkan bahwa menulis tidak harus selalu sempurna. Yang penting, tulis dulu. Suarakan dulu. Karena Allah bersumpah atas pena dan apa yang mereka tulis. Itu artinya, tulisan kita punya nilai. Dan bila ditulis dengan niat yang benar, ia akan jadi jejak kebaikan yang tak akan hilang.

Di tangan para pelajar itu, pena bukan sekadar alat, tetapi cermin dari keimanan dan keberanian. Maka, sudahkah kita mengambil pena kita hari ini? []

Lebih baru Lebih lama