Mari kita awali dengan memahami alasan mengapa kita terlahir ke muka bumi. Sebab dengan memahaminya, bisa membuat kita menyadari seharusnya melangkah ke arah mana. Bahkan, bisa membuat diri kita tertenagai untuk kembali bangkit, kembali menatap masa depan sekali lagi.
Apakah kita tercipta begitu saja dan menjalani kehidupan ini dengan sendirinya? Tanpa ada yang menciptakan dan menggenggam kehidupan kita? Tentu tidak. Ada alasan kenapa kita terlahir ke muka bumi ini.
Kau
yang Terpilih
Hari ini kita bisa hidup di dunia, karena sudah tertakdir.
Allah memilih kita untuk menjalani kehidupan ini. Allah ingin memberi banyak
kebaikan yang tak terbatas, saat takdir hidup sebagai seorang manusia menjadi
kenyataan di hari ini. Kebaikan demi kebaikan itu akan terus menyelimuti dirimu
selama di dunia bahkan hingga ke akhirat kelak, saat kita mampu menghamba
kepada Allah SWT semata.
Kebaikan yang dimaksud
adalah substansinya. Meski kita tahu bahwa dinamika hidup tak hanya terasa
manis, tetapi juga pahit dan memilukan. Meski pahit bahkan terasa sangat
menyedihkan, tetap menjadi nilai kebaikan di pandangan Allah, selama kita
menghambakan diri kepada Allah. Selama kita menundukan hati dan pikiran kita
untuk mengikuti ritme ujian-ujian-Nya. Kesabaran itulah yang mengubah nilai dan
makna hidup yang sedang dijalani sebagai sebuah kebaikan.
Kau
seorang Pemenang
Salah satu yang patut kita syukuri selanjutnya adalah
bahwa kita bisa terlahir ke dunia ini dengan melalui proses kompetisi. Kita
berkompetisi dengan jutaan sel sperma lainnya saat ada dalam rahim ibu. Kita
yang terlahir ke muka bumi, sejatinya telah memenangkan kompetisi yang luar
biasa itu.
Mental pemenang
harusnya terus tumbuh dalam jiwa dan pikiran kita. Jangan sampai ketakutan,
kesedihan, kegagalan-kegagalan dan kekurangan yang ada dalam dirimu menutupi
kesadaran. Kesadaran tentang diri kita sebagai yang terpilih dan seorang
pemenang.
Kita harus terus
menghidupkan optimisme yang ada dalam hati. Apakah kita tak percaya bahwa Allah
mendengar semua doa-doa yang kita panjatkan pada-Nya? Apakah kita memiliki
prasangka bahwa Allah tak akan mewujudkan mimpi-mimpi besar kita? Tentunya
Allah akan mendengar doa dan mengabulkannya. Allah juga maha berkuasa atas
hidup kita, Allah pasti akan memberikan karunia-Nya kepada mereka yang beriman
dan bertawakal hanya kepada-Nya.
Tentang
Iman dan Tawakal
Keimanan pada Allah adalah hal fundamental dan alasan
terbesar hadirnya sebuah kebahagiaan, hadirnya kekuatan besar, munculnya
kemampuan-kemampuan terbaik diri kita, serta alasan terbesar kita bisa terus
bertahan dalam kondisi terburuk. Sedangkan tawakal (menggantungkan seluruh
harapan dan hasil ikhtiar diri kita) adalah bentuk nyata dari keimanan. Siapa
saja yang mampu bertawakal hanya kepada Allah, maka ia akan terlepas dari
belenggu-belenggu yang membebani jiwa dan pikirannya. Ia akan menjadi orang
merdeka, benar-benar manusia sejati. Kebaikan dan kebahagian menghampiri orang
tersebut, meski kenyataan hidupnya terlihat pahit bagi oranglain.
Kesadaran
‘Menaklukan’ Dunia
Kesadaran berikutnya, yang mesti terus tertanam dalam
hati, jiwa dan pikiran kita adalah menaklukan dunia. Maksudnya, Dunia dan
segala godaannya tak boleh membuat kita lalai terhadap ketaatan kepada Allah.
Kita harus melihat bahwa dunia itu ujian. Jangan sampai ada perasaan kita
rendah, hina, minder dan lainnya disebabkan kita tak memiliki banyak uang, tak
memiliki kekayaan dan karir mulus seperti tetangga sebelah, teman dan saudara
kita.
Ali bin Abi Thalib
pernah menyebutkan, siapa yang tau hakikat Dunia maka ia merasakan setiap
ujian/musibah sebagai hal yang biasa. Dunia tak boleh sampai membuat diri kita
silau. Fokus kita menjalani hidup ini adalah mardhatillah (keridhoan
dari Allah SWT).
Dunia harus takluk
pada diri kita. Tandanya adalah kita menjalani kehidupan yang berjalan saat
ini, kita tak mencerca diri, kita terus menjalankan ketaatan kepada Allah SWT
tanpa sedikitpun perasaan ingin mendapatkan pujian dan perhatian manusia
lainnya.
Memahami Godaan
Satu hal yang pasti terjadi saat
kita hidup; mendapatkan berbagai godaan kehidupan dunia. Adakalanya berbentuk manis, adakalanya
pahit. Godaan itu akan selalu muncul dari berbagai arah. Mulai dari dalam diri
kita, keluarga, sahabat dan masyarakat.
Godaan dari dalam
diri, muncul karena kita memiliki hawa nafsu dan di saat yang sama kita
memiliki musuh yang bernama setan. Hawa nafsu ini bisa membawa kebaikan jika
kita berhasil menaklukannya. Sayangnya, tak mudah. Sulit banget menaklukan hawa
nafsu yang ada dalam diri kita. Satu-satunya cara adalah dengan muraqabah
kepada Allah. Kita mendekatkan diri kepada Allah dimanapun dan kapanpun kita
berada.
Selain itu, godaan
dalam diri kita muncul karena kita memiliki pikiran dan perasaan. Kita sering
terjebak dalam cara pandang keumuman manusia. Dimana saat miskin, terpuruk,
mengalami kegagalan kita menilainya sebagai sebuah kehinaan. Dimana karir
bagus, rezeki bagus, punya banyak keberuntungan dan bisa mengukir prestasi kita
menilainya sebagai sebuah kemuliaan.
Padahal tidak
demikian, keduanya sama-sama godaan. Godaan bagi pikiran dan perasaan kita.
Apakah kita akan bersyukur atas apa yang Allah berikan? Apakah kita juga bisa
bersabar atas apa yang Allah tetapkan untuk diri kita? Jika jawabannya ya, maka
Allah akan memberikan karunia dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Oranglain boleh kaya
raya, orang lain boleh karirnya melesat, oranglain boleh memiliki segudang
prestasi dan hal-hal lain yang membuat kita terpesona namun kadang bikin panas
hati (hehe). Hati, pikiran dan perasaan kita mesti tetap bersih. Sadarkan diri kita,
bahwa Allah juga memberi banyak kebaikan pada diri kita. Abaikan saja penilaian
manusia dan fokuslah pada upaya meraih perhatian dari Allah SWT saja, maka
kelak sakinah (ketenangan) akan diturunkan pada hati kita. Kalau sudah sakinah,
maka kita bisa tetap berdiri kokoh meski kondisi hidup sedang pahit dan penuh
goncangan masalah. Jiwa kita stabil, meski harus digunjing dan diomongkan oleh
banyak orang.
Godaan berikutnya
muncul dari keluarga. Bisa dari ayah, ibu, mertua, istri, suami dan anak-anak
kita. Mereka mengeluh, mereka meminta agar kita berbuat maksimal. Padahal kita
sedang berjuang. Padahal mereka belum tau betapa getirnya perjuangan diri kita.
Lagi-lagi, ini juga godaan. Apakah kita akan kehilangan akal sehat? Apakah kita
akan menyakiti diri kita? Ataukah kita masih mengimani Allah? Semoga kita masih
tetap mengimani Allah, sehingga tindakan yang kita pilih berdasarkan atas apa
yang Allah ridhoi. Meski, keluarga kita mungkin tak menyukai pilihan kita.
Pahami Identitas Terbaik
Saat kecil dulu atau memasuki usia remaja mungkin kita punya pengalaman dihina dan dikucilkan teman. Kita juga menyadari adanya kekurangan dalam diri kita, lantas beberapa orang ada yang kemudian berani membully diri kita. Bukankan rasanya dihina, direndahkan, dibully itu menyakitkan?
Ataukah, kita pernah punya pengalaman
kegagalan. Gagal berbisnis, gagal menikah, gagal kuliah, gagal panen, gagal
melamar pekerjaan sana sini, gagal mendapatkan sesuatu yang kita cita-citakan.
Bukankan itu juga rasanya pahit?
Tak sedikit orang pada akhirnya larut dalam
kesedihan dan ketakutan karena memiliki pengalaman gagal dan dihina oranglain.
Ia menjadi menutup diri dan menarik diri dari pergaulan masyarakat.
Hari-harinya diselimuti ketidakbahagiaan, kesempitan hidup dan beban-beban
berat di pikirannya. Ia mulai kehilangan arah hidup. Rasa-rasanya masa depan
yang cerah semakin menjauh dari kehidupannya.
Di saat berada di titik ini, apa yang mesti
kita lakukan?
Kesadaran berikutnya yang mesti terus
terbangun dan tertancap dengan baik di jiwa kita adalah tentang identitas
terbaik yang Allah berikan untuk diri kita. []