Kesendirian sebetulnya adalah hal yang melekat pada diri kita. Kondisi ini terus kita jalani selama fase pranatal (sebelum lahir ke muka bumi).
Dalam rahim, kita sudah terbiasa sendirian. Bahkan hingga puncaknya kehidupan diri kita, juga akan mengalami kesendirian lagi.
Karena kesendirian ini melekat, maka sewaktu waktu kita bisa merasakan hal ini meski dalam kenyataannya diri kita dikelilingi banyak orang. Ada keluarga, tetangga, teman dan masyarakat.
Dulu, saat kita berada di fase pranatal, kita sudah disiapkan oleh Allah agar bisa beradaptasi dengan kesendirian. Hari ini, saat kita benar-benar hidup di muka bumi, mestinya juga tetap bisa menerima kondisi kesendirian. Baik itu karena kita tersingkirkan oleh perbedaan, atau terasingkan dan terkucilkan oleh orang-orang yang belum bisa menilai keutuhan diri kita. Atau mungkin karena ada suatu ketidaksempurnaan yang menyebabkan banyak orang menjauhi diri kita.
Tak usah panik. Tak usah terlalu bersedih hati. Allah akan menguatkan dirimu ketika kita mampu memahami kesendirian dan kebergantungan hanya kepada Allah.
Allah pasti mencukupkan segala kebutuhanmu. Allah pasti memberikan banyak 'hiburan' dengan berbagai bentuknya. Tak mesti datang dari orang-orang yang kita harapkan. Adakalanya hiburan itu datang dari orang terdekat kita, mungkin juga dari makhluk yang lain. Hehe, maksudnya kelucuan hewan yang tiba tiba bisa kita lihat. Atau hal lain yang Allah tunjukan untuk menghibur duka lara karena terasing dan terpinggirkan oleh banyak orang.
Seringkali orang yang bisa adaptasi dengan kesendirian, memiliki kestabilan emosi (perasaan). Kestabilan emosi ini berdampak pada produktivitas dan kreativitas. Tak heran, banyak orang yang dulunya tak dianggap, kini saat mereka dewasa menjadi orang yang dianggap sukses. Betapa banyak juga yang masa kecilnya dicaci dan dihujat, namun saat ia tumbuh besar menjadi berwibawa dan memiliki prestasi.
Tak usah alergi dengan nuansa kesendirian yang pasti menerpa di salah satu episode kehidupan kita. Kesendirian dan ketakutan merupakan ujian dari Allah. Pasti akan terjadi pada diri kita. Pasti ada momen dimana diri kita tak dianggap, dimana kita merasa hilang dari peredarannya. Kita merasakan sendirian, kita juga merasakan ketakutan.
Saat kondisi seperti itu, tenanglah. Kita hanya butuh satu hal; terkoneksi dengan Allah. Itu saja. Berharap dan banyak bicara pada manusia, tak akan mendatangkan solusi terbaik. Namun, jika kita fokus dan khusyu dalam mengkomunikasikan semua duka lara dan kesedihan hati kita hanya kepada Allah, maka pasti hidayah untuk menemukan jalan keluar terbaik akan segera kita dapatkan.
Diri Kita dan Kesunyian
Percayalah bahwa sunyi adalah teman. Ia akan dan seharusnya menemani setitik waktu dari 24 jam yang kita miliki. Kesunyian seringkali membuat hati kita lebih lembut, lebih bijak, lebih tenang. Sunyi bisa mengurai konflik yang berkecamuk dalam pikiran kita. Pantas saja, jika dua orang sahabat sedang ada konflik dan puncaknya mereka saling terdiam (alias sama sama sunyi), pada akhirnya mereka mengatakan kata maaf. Atau, pantas saja, saat seseorang berdiri di waktu fajar. Ia melakukan shalat tahajud, lalu bermunajat dalam kondisi sunyi waktu itu, seringkali beban beban beratnya terurai hingga pikirannya kembali tenang. Terbayang jalan-jalan penyelesaian masalah hari itu. Hatinya merasa cukup atas pemeliharaan Allah terhadapnya.
Dalam keramaian dunia ini, kita butuh beberapa menit untuk menikmati kesunyian. Kita butuh untuk menilai dan mengevaluasi amal amal yang sudah dikerjakan. Kesunyian pada akhirnya menjadi sebuah kebaikan untuk diri kita. Kesunyian pada akhirnya menjadi karunia yang baik untuk diri kita.
Seringkali orang mengalami puncak frustasi, karena ia tak bisa menerima kesunyian dan kesendirian. Hatinya semakin mengeras, pikirannya semakin liar, obsesi duniawinya tak terkendali, nalarnya sebagai seorang manusia mulai hilang. Tak heran beberapa orang yang berada di puncak frustasi melakukan kegilaan, membabi buta, berbuat jahat, hingga bunuh diri.
Kesendirian, Kesunyian dan Keselamatan
Diantara hal yang paling ditakutkan oleh Rasulullah SAW terhadap diri kita adalah riya. Kita menampilkan keshalehan untuk dilihat, dinilai dan pada akhirnya ramai dipuji banyak orang. Ramainya pujian itu justru membahayakan kehidupannya di akhirat.
Potret lainnya, saat orang mengalami episode kesuksesan (karir dan finansial). Seringkali merasa bahwa kesuksesan tersebut disebabkan karena ilmu yang ia peroleh. Seringkali dihinggapi rasa ujub, bahkan menilai oranglain yang minta- minta sebagai orang hina dan malas.
Disinilah, alasan terbesar mengapa kesendirian dan kesunyian harus melekat pada diri kita. Tujuannya agar ketauhidan kita semakin kuat. Mengapa? Karena kita mengabaikan keramaian dan pujian orang. Kita tak butuh perhatian dan penilaian oranglain. Hati kita menjadi khusyu meraih mardhatillah (keridhoan Allah). Hingga pada akhirnya keikhlasan menyelimuti setiap amal amal yang kita kerjakan.
Upaya kita beramal dan menjaga keikhlasan tersebut nampaknya akan menjadi keselamatan, baik di dunia dan pasti di akhirat kelak.