Zaman sekarang, hidup jadi remaja itu nggak semudah kelihatannya. Di satu sisi, kita dituntut buat cepat dewasa—harus paham hidup, mandiri, dan berprestasi. Tapi di sisi lain, lingkungan juga masih sering memperlakukan kita kayak anak-anak. Akhirnya, banyak dari kita yang bingung, kehilangan arah, dan tanpa sadar… kehilangan diri sendiri.
Di tengah dunia digital yang serba cepat, kita terbiasa scrolling lebih banyak daripada merenung, lebih sering nge-like konten hiburan daripada cari nilai hidup yang sebenarnya. Dan yang lebih bikin miris, kesadaran religius juga makin memudar—bukan karena nggak peduli, tapi karena terlalu banyak distraksi yang bikin lupa.
Nah, di titik inilah Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) bisa masuk sebagai jalan pulang. Tapi tenang, ini bukan tentang ceramah panjang yang bikin ngantuk. BKI hadir bukan untuk nge-judge, tapi buat nemenin kita memahami siapa kita sebenarnya, dan kenapa kita perlu kembali ke akar spiritual kita.
Menurut penelitian dari Saimun, remaja masa kini menghadapi masalah kompleks, mulai dari tekanan sosial, krisis identitas, kecanduan media sosial, sampai kehilangan arah hidup. BKI menawarkan pendekatan yang bukan cuma psikologis, tapi juga spiritual. Bukan cuma ngobrolin masalah, tapi juga ngajak berdialog tentang makna hidup, tentang siapa kita sebagai manusia, dan tentang hubungan kita dengan Tuhan.
Yang keren, konseling Islami itu fleksibel. BKI bisa hadir dalam bentuk guru BK yang tahu cara jadi teman, bukan cuma ngasih nasihat. Bisa lewat pembiasaan positif di sekolah—sholat berjamaah bareng, ngobrol santai soal masalah hidup, atau sekadar dengerin curhat tanpa menghakimi. Intinya, konseling itu harus bikin kita merasa aman dan diterima, bukan ditakuti.
Remaja itu sebenarnya punya potensi luar biasa. Tapi kalau nggak diarahkan, potensi itu bisa meledak jadi hal negatif: kenakalan, kemalasan, bahkan depresi. Di sinilah pentingnya pendampingan yang relevan dan humanis. Kita nggak butuh guru yang cuma bisa marah, kita butuh sosok yang hadir sebagai sahabat—yang ngerti realita kita, tapi juga nggak lupa ngingetin kita buat tetap waras dan sadar.
Kita butuh tempat untuk balik ke dalam diri sendiri. Dan Islam sebenarnya sudah menyiapkan itu semua—tinggal bagaimana pendekatannya dikemas biar bisa masuk ke hati kita yang sering ruwet ini. BKI bukan soal ngafalin ayat atau hafalan teoretis. Ini tentang membantu kita menyadari bahwa jadi religius itu bukan soal tampil suci, tapi soal berani jujur dan bertumbuh.
Kadang kita lupa, bahwa setiap manusia itu unik. Religiusitas itu bukan cetakan pabrik. Setiap orang punya jalan masing-masing buat dekat sama Tuhan. Tapi tanpa arah, kita bisa kesasar. Dan BKI ada buat jadi kompas—bukan yang maksa arah, tapi yang bantu kita nemuin jalan sendiri dengan cahaya yang benar.
So, buat kamu yang lagi ngerasa jauh dari diri sendiri, merasa kosong padahal sibuk, atau pengen hidup yang lebih bermakna… mungkin bukan kamu yang hilang. Mungkin kamu cuma belum nemu ruang yang pas buat pulang. Dan bisa jadi, ruang itu ada di dalam diri sendiri—kamu cuma perlu seseorang atau sesuatu buat bantu nemuin pintunya. []